Ketahui Proses Pembuatan Ulos

Ulos yang dari bahasa asalnya adalah kain, merupakan salah satu bahan busana asli Indonesia. Ulos secara turun temurun dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara. Secara umum pembuatan ulos menggunakan alat tenun tradisional.
Dominasi warna pada ulos yakni merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak serta manik-manik warna warni.
Proses pembuatan ulos
Pembuatan Benang
Proses pemintalan kapas sudah dikenal masyarakat batak dulu yang disebut “mamipis” dengan alat yang dinamai “sorha” (roda, alat pemintal benang).

Sebelumnya hapas “dibebe” (diremas) untuk mengembangkan dalam mempermudah pemintal membentuk keseragaman ukuran. Seorang memintal dan seorang memutar sorha. Sorha ini disederhanakan dengan mengadopsi teknologi yang dibawa oleh Jepang semasa penjajahan. Sorha yang sudah modern dapat melakukan pemintalan dengan tenaga satu orang.
Pewarnaan
Ulos itu terbuat dari benang, benang dipintal dari kapas. Benang awalnya berwarna putih, dan untuk mendapatkan warna merah disebut “manubar” (mewarnai benang tenun dengan bangkudu menjadi merah), untuk mendapatkan warna hitam disebut “mansop” (memasukkan benang tenun ke pewarna).

Bahan pewarna ulos terbuat dari bahan daundaunan berbagai jenis yang dipermentasi agar menghasilkan warna yang dikehendaki disebut “Itom” (bahan pewarna ulos dari tumbuhan yang tumbuh sekitaran Danau Toba). Era tahun 60 an masih ada ditemukan di pasaran toba. Orang yang melakukan pewarnaan benang ini disebut “parsigira”.
Gatip
Rangkaian grafis menggunakan motif khusus yang ditemukan dalam ulos diciptakan pada saat benang diuntai dengan ukuran standard. Untaian ini disebut “humpalan”. Satuan jumlah penggunaan benang untuk bahan tenun disebut “sanghumpal, dua humpal” dan seterusnya. Gatip dibuat sebelum pewarnaan dilakukan. Benang yang dikehendaki tetap berwarna putih, diikat dengan bahan pengikat terdiri dari serat atau daun serai.
Unggas
Unggas adalah proses pencerahan benang. Pada umumnya benang yang selesai ditubar atau disop, warnanya agak kusam. Benang ini diunggas untuk lebih memberikan kesan lebih cemerlang. Orang yang melakukan pekerjaan ini disebut “pangunggas” dengan peralatan “pangunggasan”. Benang dilumuri dengan nasi yang dilumerkan kemudian digosok dengan kuas bulat dari ijuk. Nasi yang dilumerkan itu biasanya disebut “indahan ni bonang”.
Benang yang sudah diunggas sifatnya agak kenyal dan semakin terurai setelah dijemur dibawah sinar matahari terik.
Ani
Benang yang sudah selesai diunggas selanjutnya memasuki proses penguntaian yang disebut “mangani”. Namun untuk mempermudah mangani, benang sebelumnya “dihuhul” digulung dalam bentuk bola. Alat yang dibutuhkan adalah “anian” yang terdiri dari sepotong balok kayu yang diatasnya ditancapkan tongkat pendek sesuai ukuran ulos yang dikehendaki. Dalam proses ini, kepiawaian pangani sangat menentukan keindahan ulos sesuai ukuran dan perhitungan jumlah untaian benang menurut komposisi warna.
Tonun

Tonun (tenun) adalah proses pembentukan benang yang sudah “diani” menjadi sehelai ulos. Mereka ini yang lajim disebut “partonun”.
Sirat
Proses terakhir menjadikan ulos yang utuh adalah “manirat”. Orang yang melakukan pekerjaan ini disebut “panirat”. Sirat adalah hiasan pengikat rambu ulos. Biasanya dibentuk dengan motif gorga.